DKI Jakarta,
InfoAktual.co.id
Nama Heni Sagara mendadak ramai dibicarakan di berbagai platform media sosial.
Tuduhan serius bahwa dirinya terlibat dalam jaringan mafia skincare mengemuka setelah pernyataan dari dua dokter kecantikan ternama, dr. Richard Lee dan dr. Oky Pratama.
Tuduhan tersebut muncul dalam sebuah podcast kontroversial bertajuk “Kami Bongkar Mafia Skincare Kelas Atas! Ini Pelaku Sebenarnya!” yang tayang pada 24 September 2024.
Dalam podcast tersebut, dr. Richard Lee dan dr. Oky Pratama membahas maraknya praktik ilegal di industri skincare, khususnya terkait produk dengan etiket biru yang diduga mengandung bahan berbahaya seperti hidrokuinon dan merkuri.
“Dan aku juga tahu produk Ibu tersebut baik dan menggunakan etiket biru,” ungkap dr. Richard Lee, menyiratkan bahwa ada produk tertentu yang sudah dikenal masyarakat.
Pernyataan ini dikuatkan oleh dr. Oky Pratama yang menuding adanya pihak besar yang memasok krim racikan berhidrokuinon ke pasar.
Tidak hanya dari kalangan dokter kecantikan, aktris Nikita Mirzani yang tengah menghadapi kasus hukum terkait produk skincare juga menyebut adanya mafia dalam industri ini.
Nama Heni Sagara kemudian dikaitkan oleh publik sebagai “Ibu Mafia Skincare”.
Setelah tiga minggu memilih diam, Heni Sagara akhirnya memberikan klarifikasi.
Dalam konferensi pers di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, pada 17 Oktober 2024, Heni Sagara, yang dikenal sebagai pemilik PT Sagara Purnama dan PT Ratansha Purnama Abadi, membantah semua tuduhan tersebut.
“Sebagai seorang apoteker, saya selalu bekerja secara profesional sesuai dengan aturan yang berlaku. Tuduhan ini sangat menyesatkan dan merugikan reputasi saya serta bisnis yang telah saya bangun,” tegas Heni Sagara.
Heni menegaskan bahwa dirinya tidak terlibat dalam praktik ilegal apa pun.
Tuduhan ini dianggapnya sebagai bagian dari persaingan bisnis yang tidak sehat serta upaya pembunuhan karakter.
Menurutnya, tudingan ini merupakan cara pihak tertentu untuk menjatuhkan nama baiknya dan perusahaan yang ia pimpin.
Tak hanya Heni Sagara yang merespons tuduhan tersebut. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) turut memberikan klarifikasi resmi melalui siaran pers yang dirilis pada 18 Maret 2025.
Dalam pernyataannya, BPOM menegaskan bahwa tidak ada penutupan pabrik kosmetik yang disebabkan oleh temuan bahan berbahaya seperti yang beredar di media sosial.
“Perlu kami tegaskan bahwa berita yang beredar di media sosial terkait dengan penutupan pabrik kosmetik tertentu yang diakibatkan oleh ditemukannya bahan berbahaya adalah tidak benar,” demikian pernyataan resmi BPOM.
Menurut BPOM, penghentian sementara kegiatan beberapa pabrik hanya dilakukan untuk pemenuhan administrasi standar.
Pabrik-pabrik tersebut kemudian melaksanakan perbaikan sesuai rekomendasi BPOM dan kembali beroperasi dengan normal.
“Kami mengajak masyarakat untuk menjadi konsumen cerdas dan melakukan verifikasi informasi dari sumber yang terpercaya,” ujar Taruna Ikrar, perwakilan BPOM.
Banyak pihak mendesak BPOM dan pemerintah untuk meningkatkan pengawasan terhadap peredaran produk skincare yang berpotensi membahayakan kesehatan konsumen..
Hingga kini, Heni Sagara terus berupaya membersihkan namanya dari tuduhan tersebut. (Put)