Daftar Isi:
DKI Jakarta,
InfoAktual.co.id
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mengungkap kasus korupsi di daerah.
Kali ini, giliran Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan, yang menjadi sorotan.
Enam orang resmi ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan suap proyek di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) OKU.
Pengungkapan ini dilakukan setelah operasi tangkap tangan (OTT) KPK yang berlangsung pada Sabtu, 15 Maret 2025.
Ketua KPK, Setyo Budiyanto, menyampaikan penetapan tersangka ini dalam konferensi pers yang digelar di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Minggu, 16 Maret 2025.
“Kami telah menetapkan enam tersangka dari hasil OTT di OKU. Mereka terlibat dalam permufakatan jahat pengurusan dan perencanaan proyek di Dinas PUPR OKU,” ujarnya.
Dari OTT tersebut, KPK menetapkan empat penerima suap dan dua pemberi suap sebagai tersangka. Berikut ini adalah rinciannya:
Penerima Suap:
- Nopriansyah (Kepala Dinas PUPR OKU)
- M Fahrudin (Ketua Komisi III DPRD OKU)
- Ferlan Juliansyah (Anggota Komisi III DPRD OKU)
- Umi Hartati (Ketua Komisi II DPRD OKU)
Pemberi Suap:
- M Fauzi alias Pablo (Pihak Swasta)
- Ahmad Sugeng Santoso (Pihak Swasta)
Menurut Setyo Budiyanto, penangkapan ini bermula dari proses pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Kabupaten OKU Tahun Anggaran 2025.
Kasus ini mulai mencuat pada Januari 2025 ketika pembahasan RAPBD OKU dilakukan.
Para anggota DPRD OKU mengajukan jatah pokok pikiran (pokir) yang nilainya mencapai Rp 45 miliar.
Namun, akibat adanya efisiensi anggaran, jumlah tersebut dipangkas menjadi Rp 35 miliar.
“Dalam pembahasan tersebut, perwakilan DPRD meminta jatah pokir yang kemudian diubah menjadi proyek fisik di Dinas PUPR. Dari sinilah kesepakatan jahat itu bermula,” ungkap Setyo Budiyanto.
Menurut KPK, para tersangka menyepakati bahwa jatah proyek pokir sebesar Rp 35 miliar itu akan diubah menjadi fee sebesar 20 persen (Rp 7 miliar) untuk DPRD OKU dan 2 persen (Rp 700 juta) untuk Dinas PUPR.
Alhasil, anggaran Dinas PUPR dalam APBD OKU 2025 membengkak dari Rp 48 miliar menjadi Rp 96 miliar.
Kesepakatan tersebut meliputi sembilan proyek besar, antara lain:
- Rehabilitasi rumah dinas bupati (Rp 8,3 miliar).
- Rehabilitasi rumah dinas wakil bupati (Rp 2,4 miliar).
- Pembangunan kantor Dinas PUPR OKU (Rp 9,8 miliar).
- Pembangunan jembatan di Desa Guna Makmur (Rp 983 juta).
- Peningkatan jalan Desa Tanjung Manggus dan Desa Bandar Agung (Rp 4,9 miliar).
- Peningkatan jalan Desa Panai Makmur dan Desa Guna Makmur (Rp 4,9 miliar).
- Peningkatan jalan unit 16, Kedaton Timur (Rp 4,9 miliar).
- Peningkatan Jalan Letnan Muda M Sidi Junet (Rp 4,8 miliar).
- Peningkatan jalan Desa Makarti Tama (Rp 3,9 miliar).
Menurut Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, pencairan dana suap dilakukan menjelang Hari Raya Idul Fitri. Fauzi dan Ahmad menyerahkan uang kepada Nopriansyah dalam dua tahap.
Awal Maret 2025, Ahmad menyerahkan uang muka Rp 1,5 miliar kepada Nopriansyah.
Pada 11-12 Maret 2025, Fauzi berupaya mencairkan uang muka komitmen fee dan menyerahkan uang Rp 2,2 miliar kepada Nopriansyah keesokan harinya (13/3/2025).
Total suap yang diterima Nopriansyah sebesar Rp 3,7 miliar.
Saat OTT pada 15 Maret 2025, KPK berhasil menyita sejumlah barang bukti dari rumah Nopriansyah. Barang bukti tersebut meliputi:
- Uang tunai sebesar Rp 2,6 miliar.
- Satu unit mobil Toyota Fortuner.
- Dokumen-dokumen terkait proyek.
- Alat komunikasi dan barang bukti elektronik lainnya.
“Kami akan mendalami keterlibatan pihak lain, termasuk pejabat daerah dan anggota DPRD lainnya. Pokir seperti ini kerap menjadi lahan subur bagi korupsi di daerah,” tegas Asep Guntur Rahayu.
Ketua KPK, Setyo Budiyanto, mengingatkan bahwa praktik-praktik pokir semacam ini sering kali menjadi celah korupsi di daerah.
“Jangan sampai kebijakan anggaran daerah justru menjadi bancakan bagi oknum yang mementingkan kepentingan pribadi,” pungkasnya. (Husin Basrah)