Pemerintah Audit Dana CSR PT MIFA Begini Tanggapan Perusahaan

IMG 20250326 WA0183

Meulaboh – Langkah Pemerintah Kabupaten Aceh Barat yang berencana mengaudit dana Corporate Social Responsibility (CSR) PT MIFA Bersaudara mendapat respons dari pihak perusahaan.

PT MIFA menyayangkan tindakan yang dinilai tendensius terhadap perusahaan yang telah berkontribusi bagi daerah selama lebih dari satu dekade.

Presiden Direktur PT MIFA Bersaudara, Ricky Nelson, dalam pernyataan tertulisnya pada Selasa (25/3/2025), menegaskan bahwa perusahaan berharap pemerintah memperlakukan setiap investor dan pelaku usaha sebagai mitra dalam pembangunan daerah.

“Keberadaan kami turut mendukung pertumbuhan ekonomi daerah dan perbaikan lainnya yang langsung terlihat di Aceh Barat,” ujar Ricky.

Ia menambahkan bahwa PT MIFA telah memberikan kontribusi signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Aceh Barat, yang dalam beberapa tahun terakhir menjadikannya kabupaten dengan PAD tertinggi di Aceh.

Perusahaan menilai upaya Pemerintah Kabupaten Aceh Barat untuk melakukan audit terhadap tata kelola dana Corporate Social Responsibility (CSR) melalui inspektorat sebagai tindakan yang tidak memiliki dasar hukum.

“Kenapa justru kami yang sudah terbukti menciptakan banyak lapangan kerja dan meningkatkan ekonomi daerah menjadi sasaran audit, sementara masih banyak perusahaan lain yang belum berkontribusi optimal?” imbuh Ricky.

IMG 20250326 WA0181Ia juga mengungkapkan bahwa PT MIFA telah menjalani berbagai pemeriksaan sebelumnya, termasuk evaluasi oleh Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) pada 2024, yang menyatakan bahwa perusahaan telah menjalankan kewajiban CSR dengan baik.

“Kami siap bersinergi dengan pemerintah agar program ini semakin tepat sasaran. Jangan menjadikan MIFA sebagai target audit tanpa dasar hukum yang jelas,” tambahnya.

Polemik Pemasangan Plang Pada Tanah HPL

Selain persoalan audit CSR, PT MIFA juga menyoroti pemasangan plang kepemilikan tanah Hak Pengelolaan Lahan (HPL) Kementerian Transmigrasi di area operasional tambang mereka.

Menurut Ricky, status tanah HPL tersebut masih dalam tahap evaluasi oleh Kementerian Transmigrasi, dan PT MIFA tidak memiliki keterlibatan dalam persoalan tersebut.

“Tuduhan bahwa kami bekerja sama dengan Kementerian Transmigrasi untuk merebut aset daerah adalah provokatif dan tidak benar,” tegasnya.

Pihak MIFA juga menyayangkan tindakan pemasangan plang di wilayah operasional tambang tanpa izin dan koordinasi yang jelas.

Akibat berbagai tindakan tersebut, PT MIFA mengaku mengalami kerugian, baik secara materiil maupun immateriil. Saat ini, perusahaan tengah mengevaluasi langkah hukum yang akan diambil.

“Kami berharap iklim investasi di Aceh tetap kondusif, karena pada akhirnya yang diuntungkan bukan hanya perusahaan, tetapi juga masyarakat dan pemerintah daerah,” pungkas Ricky.

 

(Redaksi)