Jakarta (InfoAktual.co.id) — Sidang putusan kasus dugaan penyalahgunaan narkoba dengan terdakwa musisi legendaris Fariz Rustam Munaf atau Fariz RM kembali mengalami penundaan. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menunda agenda pembacaan putusan pada Kamis (4/9/2025) setelah pihak kuasa hukum meminta sidang dilakukan secara langsung.
Majelis hakim sebelumnya menjadwalkan sidang putusan berlangsung daring. Fariz RM direncanakan hadir secara virtual dari rumah tahanan, sementara majelis hakim, jaksa, dan kuasa hukum tetap berada di ruang sidang. Namun, rencana itu ditolak tim kuasa hukum.
Kuasa hukum Fariz RM, Griffinly Mewoh, menegaskan sidang putusan seharusnya digelar tatap muka. Menurutnya, agenda terakhir dalam rangkaian persidangan penting dihadiri terdakwa secara langsung.
“Karena ini sidang terakhir, ibaratnya napas hidup terakhir Mas Fariz di pengadilan. Maka, beliau harus hadir mendengarkan putusan secara langsung, bukan melalui daring,” ujar Griffinly seusai sidang di PN Jakarta Selatan, Kamis (4/9/2025).
Sidang Diundur Sepekan
Atas permintaan itu, majelis hakim memutuskan menunda sidang putusan hingga pekan depan. Sidang akan dilaksanakan secara langsung dengan kehadiran penasihat hukum dan terdakwa.
“Sidang akan digelar minggu depan, secara offline. Baik penasihat hukum maupun Mas Fariz akan hadir langsung di persidangan,” tambah Griffinly.
Meski sidang ditunda, kuasa hukum menyatakan kliennya sudah siap menerima apapun vonis hakim. Fariz RM, kata Griffinly, ikhlas terhadap semua keputusan, meskipun itu berarti menjalani hukuman penjara.
“Mas Fariz sudah menyampaikan kepada kami, apapun keputusannya dia siap menerimanya. Yang penting, sejak awal sudah terbukti bahwa beliau hanya korban penyalahgunaan narkotika, bukan bagian jaringan pengedar,” ucap Griffinly.
Siap Jalani Konsekuensi
Menurut kuasa hukum, sikap pasrah Fariz menunjukkan ketegaran menghadapi proses hukum yang menjeratnya. Musisi berusia 66 tahun itu berharap sidang putusan menjadi momentum akhir dari perjalanan panjang kasus narkoba yang kembali menyeret namanya.
“Beliau ingin segera menuntaskan perkara ini. Apapun konsekuensinya akan dijalani dengan ikhlas. Harapan kami, majelis hakim tetap mempertimbangkan fakta bahwa Mas Fariz adalah pengguna, bukan pengedar,” ujar Griffinly.
Ia menambahkan, rehabilitasi menjadi pilihan yang lebih tepat dibanding hukuman penjara. Program rehabilitasi, menurutnya, memberi kesempatan bagi kliennya pulih dari ketergantungan.
“Kami meminta majelis hakim menempatkan rehabilitasi sebagai prioritas. Itu yang paling adil bagi pengguna narkotika,” kata Griffinly.
Tuntutan Jaksa
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Fariz RM dengan pidana penjara enam tahun. Jaksa juga menuntut denda sebesar Rp 800 juta, subsider tiga bulan kurungan jika denda tidak dibayar.
“Menjatuhkan pidana enam tahun penjara, dikurangi masa tahanan sementara. Menjatuhkan denda Rp 800 juta, subsider tiga bulan penjara,” kata jaksa dalam sidang tuntutan pekan lalu.
Tim kuasa hukum menilai tuntutan tersebut terlalu berat. Mereka menegaskan Fariz RM adalah pengguna yang membutuhkan rehabilitasi, bukan hukuman pidana jangka panjang.
Ditangkap Februari
Fariz RM ditangkap Satuan Narkoba Polres Metro Jakarta Selatan di kawasan Bandung, Jawa Barat, pada 18 Februari 2025. Penangkapan dilakukan setelah polisi mendapat informasi dugaan penyalahgunaan narkoba.
Pelantun lagu “Sakura” itu kemudian diamankan bersama sejumlah barang bukti. Setelah ditangkap, ia langsung ditahan dan menjalani proses hukum hingga persidangan berjalan di Jakarta Selatan.
Kasus Keempat
Kasus narkoba kali ini bukan pertama kali bagi Fariz RM. Sejak 1980-an, musisi berpengaruh itu beberapa kali berurusan dengan hukum karena kasus serupa.
Pada 2015, ia juga ditangkap polisi atas penyalahgunaan narkotika. Kasus yang menjeratnya tahun ini tercatat sebagai kasus keempat sepanjang perjalanan kariernya di dunia musik.
Pengamat hukum pidana Universitas Indonesia, Andi Wibowo, menilai kasus Fariz RM menjadi refleksi perlunya pendekatan berbeda terhadap pengguna narkoba. Menurutnya, penegakan hukum harus mampu membedakan pengguna dengan pengedar.
“Jika terbukti hanya pengguna, rehabilitasi adalah langkah lebih tepat. Penjara hanya akan memperburuk kondisi tanpa memberi solusi pemulihan,” kata Andi saat dimintai komentar.
Publik Menunggu Putusan
Sidang putusan yang dijadwalkan Kamis (11/9/2025) mendatang diprediksi menjadi momen krusial. Publik menantikan sikap majelis hakim, apakah mengabulkan tuntutan jaksa atau memberi opsi rehabilitasi.
Kuasa hukum tetap berharap hakim mempertimbangkan rekam jejak kliennya sebagai pengguna yang membutuhkan pemulihan.
“Mas Fariz ingin kembali ke keluarga dan masyarakat. Itu yang beliau harapkan setelah proses hukum selesai,” tutup Griffinly.