DKI Jakarta
InfoAktual.co.id
Kejaksaan Agung (Kejagung) membongkar kasus pencurian emas ilegal yang melibatkan seorang warga negara asing (WNA) asal China berinisial YH.
Aktivitas tambang ilegal ini dilakukan di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, dengan total emas yang dicuri mencapai lebih dari 3 ton.
Akibatnya, kerugian negara diperkirakan mencapai Rp 5 triliun.
Direktur Tindak Pidana terhadap Keamanan Negara, Ketertiban Umum, dan Tindak Pidana Umum Lainnya, Agus Sahat, menjelaskan bahwa pelaku telah melakukan aktivitas ilegal ini sebanyak dua kali.
“Menurut perhitungan ahli, kasus pertama melibatkan 2 ton emas lebih, sedangkan kasus kedua sebanyak 1,2 ton emas. Totalnya lebih dari 3 ton,” ujar Agus dalam acara Coffee Morning, Rabu (20/11/2024).
Agus menambahkan, YH tidak hanya melakukan pencurian emas, tetapi juga diduga terlibat dalam tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Kejaksaan juga tengah mempertimbangkan pencabutan izin tambang terkait dengan kasus ini.
“Perlu ada tindakan tegas, termasuk pencabutan izin. Kementerian ESDM juga sedang menyiapkan tuntutan TPPU,” kata Agus.
Kasus ini menarik perhatian banyak pihak, termasuk Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Dalam pernyataan resminya, Kementerian ESDM menyebutkan bahwa kerugian negara sebesar Rp 1,02 triliun berasal dari emas sebanyak 774,27 kg dan perak 937,7 kg yang hilang.
Menurut Pasal 158 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Mineral dan Batubara, pelaku terancam hukuman penjara maksimal lima tahun dan denda hingga Rp 100 miliar.
“Pelaku terancam kurungan lima tahun dan denda maksimal Rp 100 miliar,” ujar Ditjen Minerba dalam pernyataan tertulisnya, Senin (7/10/2024).
Dalam persidangan, terungkap bahwa YH memanfaatkan tambang berizin yang tidak beroperasi.
Ia menggali tambang menggunakan terowongan sepanjang 1.648,3 meter dan melakukan proses pemurnian emas secara ilegal. Emas hasil tambang dijual dalam bentuk bijih (ore) atau bullion emas.
Hasil uji laboratorium menunjukkan kandungan emas di lokasi tambang mencapai kadar tinggi, yaitu 136 gram per ton untuk sampel batuan dan 337 gram per ton untuk batu tergiling.
Modus ini melibatkan penggunaan merkuri (Hg) dalam proses pengolahan, dengan kandungan merkuri yang ditemukan mencapai 41,35 mg/kg.
Menurut Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, batuan bijih emas yang berhasil tergali mencapai volume 2.687,4 m³.
Material ini berasal dari wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) dua perusahaan tambang, PT BRT dan PT SPM, yang belum mendapatkan persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) untuk produksi 2024-2026.
Sidang terhadap YH direncanakan melalui enam tahap, mulai dari pemeriksaan saksi hingga pembacaan putusan.
Proses hukum ini menjadi sorotan karena melibatkan WNA yang melakukan pelanggaran besar.
“Sidang selanjutnya akan menghadirkan saksi ahli dari pihak penasihat hukum. Proses hukum ini akan dilanjutkan hingga tuntutan pidana dan putusan akhir,” jelas seorang jaksa yang terlibat dalam kasus ini.
Kejaksaan Negeri Ketapang berkomitmen untuk menindaklanjuti kasus ini hingga tuntas.
Selain sanksi pidana, langkah-langkah perbaikan regulasi juga diupayakan agar kasus serupa tidak terulang.
“Ini menjadi momentum untuk memperbaiki pengawasan tambang. Kami mendukung penuh upaya penegakan hukum yang dilakukan Kejaksaan,” ujar seorang perwakilan Kementerian ESDM.
Kasus pencurian emas ilegal ini menunjukkan perlunya pengawasan lebih ketat terhadap aktivitas pertambangan.
Pemerintah diharapkan dapat meningkatkan sinergi dengan aparat penegak hukum untuk mencegah kerugian negara akibat tambang ilegal.
(Dilansir dari CNBC Indonesia)