ACEH BARAT – INFOAKTUAL | jamaah Majelis Tablig di Meulaboh, Aceh Barat, menyatakan penyesalan mendalam atas tindakan aparat Desa Suak Ribee, Kecamatan Johan Pahlawan, Aceh barat, yang melarang kegiatan keagamaan di meunasah dan Masjid Induk desa setempat. Jum’at, 2/5/25.
Larangan tersebut diketahui melalui selebaran yang ditempel di pintu meunasah dan papan tulis neraca meunasah Dusun 1 Desa Suak Ribee.
Tindakan ini sontak menimbulkan pertanyaan dan kekecewaan di kalangan jamaah yang selama ini aktif melaksanakan pengajian rutin di fasilitas publik tersebut.
Hadi, warga Suak Ribee, salah seorang jamaah yang aktif mengikuti pengajian Majelis Tablig, mengungkapkan kekecewaannya terhadap sikap aparat desa setempat.
Menurutnya, tindakan pelarangan tersebut sangat disayangkan dan dinilai tidak pantas, terutama mengingat status Aceh Barat sebagai daerah yang menerapkan syariat Islam secara kaffah (menyeluruh).
“Kami sangat menyayangkan sikap aparat desa yang melarang kegiatan keagamaan di meunasah. Terlebih lagi, larangan itu kami ketahui dari selebaran yang ditempel di pintu dan papan tulis. Ini sangat tidak pantas, apalagi kita di Aceh Barat yang menjunjung tinggi nilai-nilai Islam,” ujar Hadi Kepada Media ini.
Lebih lanjut, Hadi menekankan bahwa keputusan terkait larangan aktivitas kegiatan keagamaan seharusnya menjadi wewenang Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) sebagai lembaga yang berwenang dalam urusan keagamaan di Aceh, bukan ranah seorang Kepala Desa.
” Saya kira, Menyangkut keputusan larangan aktivitas kegiatan keagamaan itu adalah ranahnya Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU), bukan ranahnya seorang Kepala Desa,” Tandas Hadi.
Selain itu, Pria bernama lengkap Mushadi ini juga menambahkan, bahwa kegiatan Majelis Tabligh ini justru sejalan dengan program Bupati dan Wakil Bupati Aceh Barat, Tarmizi Said, yang menginstruksikan untuk memakmurkan masjid dan meunasah di tingkat desa dan kecamatan, serta mengajak aktif membaca Alqur’an di setiap rumah- rumah Warga.
Pernyataan ini menimbulkan pertanyaan yang lebih besar., Mengapa ada pelarangan terhadap kegiatan yang diklaim sebagai bagian dari program pemerintah daerah? Apakah ada miskomunikasi atau perbedaan interpretasi mengenai jenis kegiatan keagamaan yang dimaksud dalam program tersebut?
Bagaimana pandangan pihak Pemerintah Kabupaten Aceh Barat terkait dengan pelarangan ini? Apakah mereka mendukung tindakan aparat Desa Suak Ribee, atau justru menyayangkan adanya pembatasan kegiatan keagamaan yang seharusnya dihidupkan?
Diketahui, Fakta bahwa aktivitas jamaah tabligh di Aceh Barat telah hadir sejak tahun 1987 hal ini menunjukkan bahwa keberadaan mereka di wilayah tersebut sudah cukup lama dan kemungkinan telah menjadi bagian dari dinamika keagamaan masyarakat setempat selama beberapa dekade.
Apakah metode dakwah Jamaah Tabligh yang melakukan silaturahmi ke rumah-rumah penduduk menjadi salah satu pertimbangan pelarangan di meunasah dan masjid induk? Jika demikian, apa kekhawatiran yang mendasari hal tersebut?
Informasi mengenai keberadaan Jamaah Tablig yang tersebar luas di Indonesia dan dunia, serta metode dakwah mereka melalui silaturahmi, memberikan konteks yang lebih luas mengenai kelompok keagamaan ini.
Hal ini semakin menimbulkan pertanyaan mengenai latar belakang pelarangan kegiatan mereka saat ini. Setelah sekian lama beraktivitas, mengapa baru sekarang muncul penolakan atau pembatasan, terutama di fasilitas ibadah seperti meunasah dan masjid induk.
Sementara itu, Keuchik Desa Suak Ribee, Masriady, saat dikonfirmasi terkait Pelarangan ini, membantah adanya pelarangan kegiatan keagamaan secara keseluruhan di desa tersebut.
Masriady mengklarifikasi bahwa pihaknya memang mengeluarkan selebaran himbauan yang melarang aktivitas kegiatan Jamaah Tablig, namun larangan tersebut hanya berlaku khusus untuk Masjid Induk dan Meunasah Nurul Iman yang berlokasi di Dusun 1 Desa Suak Ribee.
“Ia juga menegaskan, bahwa aparatur dan seluruh masyarakat Desa Suak Ribee mendukung penuh segala bentuk aktivitas keagamaan serta memfasilitasinya.”
Pembatasan kegiatan Jamaah Tabligh di Masjid Induk dan Meunasah Dusun 1 tersebut menurut Masriady dilakukan atas alasan, pertimbangan, serta saran dari warga sekitar meunasah, dan keputusan ini telah melalui proses musyawarah bersama aparat desa dan warga setempat.
” Fasilitas tempat ibadah di Desa Suak Ribee ini ada tiga tempat (lokasi) jadi kami merekomendasikan agar kegiatan Jamaah Tablig dapat dilaksanakan di Meunasah Dusun tiga saja., lagian di meunasah Dusun 3 ini juga dilengkapi dengan fasilitas yang dibutuhkan oleh jamaah,” Ungkap Kechik Suak Ribee itu.
Rekomendasi ini menunjukkan adanya upaya dari pihak desa untuk tetap memfasilitasi kegiatan Jamaah Tablig, meskipun tidak di Meunasah Nurul Iman (Dusun 1) maupun Masjid Induk desa.
Namun, selebaran ini telah menimbulkan keresahan di kalangan jamaah Majelis Tablig dan menjadi sorotan di tengah masyarakat Meulaboh.
Para jamaah berharap agar permasalahan ini dapat segera diselesaikan dengan bijak dan kegiatan keagamaan dapat kembali dilaksanakan di meunasah desa setempat.
(Redaksi)