Lubuklinggau, Sumatera Selatan
InfoAktual.co.id
Keputusan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Lubuklinggau yang hanya mengakomodir empat media dalam peliputan kegiatan terkait Pilkada 2024 menuai sorotan dari kalangan jurnalis.
Pasalnya, kebijakan ini dinilai kurang transparan dan tidak menjamin kesetaraan akses bagi seluruh media.
Beberapa awak media di Lubuklinggau mempertanyakan alokasi anggaran publikasi Bawaslu yang hanya di alokasikan untuk beberapa media tertentu.
Sejumlah perwakilan media mendatangi kantor Bawaslu Kota Lubuklinggau untuk meminta klarifikasi terkait anggaran publikasi yang dialokasikan untuk media, baik cetak, online, nasional, maupun regional, Rabu (13/11/2024).
Para jurnalis berusaha mencari informasi lebih lanjut mengenai kebijakan ini. Sayangnya, Ketua Bawaslu tidak berada ditempat saat kunjungan tersebut.
Koordinator Sekretariat Bawaslu Kota Lubuklinggau, Novriansyah, mengonfirmasi bahwa hanya empat media yang diizinkan melakukan peliputan di setiap kegiatan Bawaslu, baik yang bersifat fisik maupun non-fisik.
Menurutnya, keputusan ini dibuat berdasarkan kesepakatan antara pihak media dan Ketua Bawaslu.
“Untuk saat ini, memang hanya empat media yang kami akomodir untuk melakukan peliputan kegiatan Bawaslu,” kata Novriansyah saat ditemui di ruang kerjanya.
“Media yang meliput kegiatan kami juga memiliki hak untuk membuat tagihan publikasi. Namun, soal persetujuan tetap berada di tangan Ketua Bawaslu,” tambahnya.
Terkait anggaran publikasi, Novriansyah menjelaskan bahwa dirinya hanya menjalankan perintah dari Ketua Bawaslu dalam hal pengeluaran biaya untuk publikasi media.
“Sebagai bawahan, saya hanya menerima laporan dari Ketua mengenai anggaran yang sudah disepakati bersama rekan media yang meliput. Keputusan besaran anggaran sepenuhnya berada pada Ketua Bawaslu,” jelas Novriansyah.
Lebih lanjut, Novriansyah menyebut bahwa selama ini baru empat media yang secara resmi mengajukan tagihan hasil peliputan kegiatan Bawaslu.
“Setahu saya, hanya empat media yang sudah mengajukan tagihan. Untuk informasi lebih rinci, sebaiknya langsung bertanya kepada Ketua atau Komisioner Bawaslu,” ujarnya.
Meski penjelasan telah diberikan oleh Novriansyah, sejumlah wartawan di Kota Lubuklinggau masih mempertanyakan transparansi dalam proses seleksi media yang diizinkan meliput kegiatan Bawaslu.
Beberapa pihak menduga adanya kerjasama yang kurang terbuka antara Bawaslu dan media yang telah terpilih, sehingga menimbulkan kesan diskriminasi terhadap media lain yang juga ingin berpartisipasi.
“Jika hanya empat media yang diberi akses, bagaimana dengan media lain yang ingin meliput? Kami khawatir ada kesan pilih kasih yang akhirnya merugikan media lain,” ungkap seorang jurnalis lokal yang enggan disebutkan namanya.
Beberapa wartawan mendesak Bawaslu untuk memberikan penjelasan resmi terkait mekanisme pemilihan media yang mendapat hak peliputan, serta bagaimana alokasi anggaran publikasi dikelola secara transparan.
Mereka berharap Bawaslu dapat membuka peluang yang sama untuk seluruh media di Lubuklinggau, tanpa ada diskriminasi.
Pengamat media di Lubuklinggau, Haris Darmawan, menilai keterbukaan informasi dari Bawaslu terkait peliputan dan anggaran publikasi sangat penting untuk menjaga hubungan baik dengan media.
“Bawaslu harus bersikap terbuka dalam mengelola anggaran publikasi dan memberikan kesempatan yang adil bagi seluruh media. Jika tidak, hal ini bisa menimbulkan kesan negatif yang berakibat pada kepercayaan publik,” tukas Haris. (Tim)