Deolipa Yumara Desak Hentikan Tambang Nikel di Raja Ampat: Ini Soal Moral

infoaktual dki jakarta f71fa6ea fd73 488f 942a 2c69a464188d

 

Jakarta (Info Aktual) – Praktisi hukum dan seniman Deolipa Yumara menyerukan penghentian aktivitas tambang nikel di kawasan Raja Ampat, Papua Barat. Ia menilai tambang tersebut merusak lingkungan dan menghancurkan citra pariwisata Indonesia di mata dunia.

 

“Kalau mendengar Raja Ampat, asosiasinya bukan tambang,” kata Deolipa di Jakarta, Senin, 9 Juni 2025. “Yang terbayang adalah karang, ikan, laut, dan pariwisata kelas dunia.”

 

Menurut Deolipa, tambang nikel merusak bayangan eksotis Raja Ampat. Ia menilai izin legal tidak serta-merta menjadikan tambang layak diteruskan.

 

“Siapa yang memberi izin?” katanya. “Apakah mereka sudah mempertimbangkan dampaknya terhadap alam dan pariwisata?”

 

Ia menyoroti absennya kajian menyeluruh sebelum izin pertambangan diberikan. Padahal, Raja Ampat dikenal sebagai salah satu kawasan konservasi laut terindah di dunia.

 

“Raja Ampat bukan hanya milik Papua Barat. Ia milik dunia,” ujar Deolipa. “Merusaknya adalah kebodohan bersama.”

 

Kapan dan Di Mana Tambang Itu Muncul?

Aktivitas tambang nikel mulai terlihat intensif di Raja Ampat sejak beberapa tahun terakhir. Lokasi tambang terletak di dekat kawasan konservasi laut yang juga menjadi habitat spesies langka.

Beberapa perusahaan disebut sudah mengantongi izin eksplorasi dan eksploitasi. Namun, proses perizinan itu kini dipertanyakan sejumlah aktivis lingkungan dan tokoh nasional.

Deolipa menilai lemahnya koordinasi antarinstansi memperparah situasi. Ia menyebut tidak adanya sinergi antara kementerian pariwisata, kementerian lingkungan hidup, dan pemerintah daerah.

“Ini bukan hanya soal hukum. Ini soal moral dan akal sehat,” katanya. “Jangan rusak alam hanya karena ada nikel.”

Mengapa Penambangan Itu Dipermasalahkan?

Raja Ampat dikenal sebagai surga wisata bahari. Kawasan ini menyimpan 75 persen spesies karang dunia dan lebih dari 1.500 spesies ikan.

Setiap tahun, ribuan wisatawan asing berkunjung ke Raja Ampat. Mereka datang untuk menyelam, menjelajah pulau, dan menyaksikan keindahan bawah laut.

Dengan masuknya tambang, ekosistem laut di sekitar lokasi mulai terancam. Lumpur tambang dapat mencemari air laut, mematikan terumbu karang, dan merusak rantai makanan laut.

“Rusaknya ekosistem berarti hilangnya daya tarik wisata,” kata Deolipa. “Dan itu berarti kehilangan pendapatan jangka panjang.”

Bagaimana Dampaknya bagi Masyarakat Lokal?

Menurut Deolipa, masyarakat lokal berada dalam posisi sulit. Sebagian warga menerima tambang karena mendapat pemasukan cepat. Namun, dampak jangka panjangnya lebih besar dan lebih berbahaya.

“Mereka dapat uang sebentar. Tapi laut yang rusak tak bisa dikembalikan,” ujarnya.

Ia juga menyinggung soal identitas budaya. Bagi masyarakat Raja Ampat, laut bukan hanya sumber makanan, tapi bagian dari kehidupan spiritual dan sosial.

“Kalau laut tercemar, budaya pun ikut hilang,” kata Deolipa. “Dan itu tak tergantikan.”

Apa Solusi yang Didorong Deolipa?

Deolipa mendesak agar tambang di kawasan sensitif seperti Raja Ampat ditutup total. Ia menegaskan bahwa izin bukan alasan untuk membiarkan kerusakan terus terjadi.

“Tutup saja. Jangan tunggu semuanya mati baru bertindak,” ujarnya tegas.

Ia juga menyerukan pengawasan ketat terhadap wilayah konservasi laut. Menurutnya, pemerintah harus memperkuat regulasi dan menjamin tidak ada izin tambang di wilayah strategis pariwisata.

Siapa yang Bertanggung Jawab?

Deolipa meminta pertanggungjawaban pemerintah. Ia menuding ada kelalaian struktural dalam proses perizinan tambang di kawasan wisata.

“Ini soal kebijakan jangka panjang. Pemerintah tak bisa diam,” katanya.

Ia menyatakan siap turun langsung mengawal kasus ini. Sebagai pengacara dan seniman, ia akan menggunakan jalur hukum dan kampanye budaya.

“Kita akan minta pertanggungjawaban. Kalau perlu, seniman turun ke jalan,” ujarnya.

Ia juga mendorong pendampingan hukum untuk masyarakat lokal. Khususnya bagi mereka yang ingin menolak tambang namun tak punya kekuatan hukum.

Apa yang Harus Dilakukan Publik?

Deolipa mengajak masyarakat untuk ikut mengawasi isu ini. Menurutnya, publik perlu sadar bahwa kerusakan Raja Ampat akan berdampak nasional bahkan global.

“Ini bukan isu Papua. Ini isu Indonesia,” ujarnya. “Kalau Raja Ampat hancur, rusaklah citra wisata kita di dunia.”

Ia menutup pernyataannya dengan ajakan kepada semua pihak untuk segera bertindak.

“Kalau bukan sekarang, kapan lagi? Kalau bukan kita, siapa lagi?” katanya.

Pewarta :(Jurnalis Puput)