Yogyakarta
InfoAktual.co.id
Gugatan Rp1.000 yang diajukan oleh Keraton Yogyakarta kepada PT Kereta Api Indonesia (PT KAI) kini menjadi perbincangan hangat di media sosial.
Gugatan tersebut dikaitkan dengan istilah “Nyuwun Sewu” yang bermakna meminta izin.
Berikut kronologi dan makna gugatan ini yang menarik perhatian publik.
Keraton Yogyakarta menggugat PT KAI atas klaim kepemilikan tanah yang diakui sebagai milik Kesultanan Yogyakarta.
Menurut Markus Hadi, Kuasa Hukum Keraton, gugatan ini diajukan karena PT KAI mendaftarkan tanah tersebut tanpa izin dari pihak Keraton.
“Ini bukan masalah perebutan lahan, tetapi soal tertib administrasi dan kepatuhan terhadap hukum,” tegas Markus.
Tanah yang disengketakan terdiri dari lima lokasi, yaitu Samsat dan Ditlantas Polda DIY, Kantor Kecamatan Gedongtengen, sisi selatan Stasiun Tugu, Depo Stasiun Tugu, dan mess Ratih ke arah barat.
Gugatan juga melibatkan pihak lain, termasuk Kementerian BUMN, Kantor Pertanahan BPN Kota Yogyakarta, Kemenhub, dan Kemenkeu.
Angka Rp1.000 yang diajukan sebagai ganti rugi memiliki pesan simbolis.
Markus menyatakan bahwa nominal ini menunjukkan bahwa Keraton tidak berniat memberatkan rakyat atau pemerintah.
“Kami hanya ingin PT KAI tertib administrasi dan menghormati hukum,” ujarnya.
Warganet menilai gugatan ini sebagai bentuk sindiran kepada PT KAI.
Istilah “Nyuwun Sewu” menjadi sorotan, yang dalam bahasa Jawa berarti “meminta izin”. Namun, istilah tersebut sering dipelesetkan menjadi “minta seribu,” karena kata sewu dalam bahasa Jawa juga berarti seribu.
Seorang pengguna media sosial berkomentar, “Keraton hanya ingin PT KAI menghormati adat dan meminta izin sebelum mengklaim lahan.”
Keraton Jogja menegaskan bahwa tanah yang disengketakan adalah aset Kesultanan berdasarkan hukum.
Markus menambahkan, “Kami ingin memastikan bahwa tidak ada pihak yang sembarangan mengklaim tanah milik Keraton. Gugatan ini untuk menjaga keadilan.”
Gugatan ini bukan hanya untuk PT KAI. Keraton juga meminta pihak terkait, seperti Kementerian BUMN dan BPN, agar melakukan perbaikan dalam tata kelola administrasi tanah negara.
Gugatan Keraton Yogyakarta menarik perhatian warganet. Sebagian besar mendukung langkah ini sebagai upaya menjaga hak Kesultanan. Ada pula yang memuji Keraton karena hanya menggugat Rp1.000 sebagai bentuk kesopanan.
“Ini bukan soal uang, tapi soal prinsip. Keraton ingin PT KAI taat aturan,” tulis salah satu komentar di media sosial.
Gugatan Rp1.000 Keraton Yogyakarta kepada PT KAI menjadi pengingat pentingnya tertib administrasi dan penghormatan terhadap hukum.
Lebih dari sekadar angka, gugatan ini mengandung pesan mendalam untuk menjaga keharmonisan dan menghormati hak tradisional.
(Dilansir dari berbagai sumber)