AMBON – INFOAKTUAL |
– Di tengah gegap gempita perayaan 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia, di Kota Ambon justru terdengar suara lantang nan getir.,
“Indonesia Merdeka, Maluku Masih Tertinggal!”. Suara ini bukan sembarang teriakan, melainkan jeritan hati anak muda Maluku yang menggelar Diskusi Publik Refleksi Kemerdekaan bertema “Merayakan Kemerdekaan, Menyisakan Ketimpangan, Suara dari Maluku” pada sabtu (16/8/2025),
Diskusi ini diprakarsai Pimpinan Komisariat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Sejakaran Universitas Darussalam (UNIDAR) Ambon bersama organisasi Cipayung Plus se-Kota Ambon.
Di sebuah aula yang dipenuhi semangat perlawanan intelektual, anak-anak muda Maluku berkumpul, bukan untuk sekadar menyanyi lagu kebangsaan, melainkan menguliti kenyataan pahit: 80 tahun merdeka, tapi Maluku masih jauh tertinggal.
MALUKU: PELITA SEJARAH YANG DIPADAMKAN
Koordinator Komisariat IMM UNIDAR Ambon, Muhammad Loilatu, menyuarakan kritik tajam.
“Sejak pra-kemerdekaan, Maluku telah memberi nyawa bagi Indonesia, dari darah pejuang, rempah yang menghidupi, hingga tokoh yang menoreh sejarah., Ironisnya, hari ini Maluku justru tercecer di barisan belakang pembangunan. Infrastruktur bobrok, pendidikan timpang, layanan kesehatan jauh dari kata layak, bahkan hukum pun masih diskriminatif. Lebih parah lagi, Maluku masih masuk jajaran provinsi termiskin ke-8 di negeri ini,” kata Loilatu, dengan nada bergetar penuh amarah.
Ia menegaskan bahwa Sumber Daya Manusia Maluku tak kalah hebat, bahkan Sumber Daya Alamnya melimpah, emas, nikel, minyak, gas, hingga rempah yang dulu diperebutkan dunia.
” Tapi apa hasilnya untuk rakyat Maluku? Hanya angka kemiskinan dan ketimpangan!” tegasnya, membuat suasana diskusi memanas.
POLITIK PRAGMATIS: PENJARA BARU GENERASI MUDA
Suara lantang juga datang dari Basir, perwakilan IMM Cabang Ambon. Ia justru menohok generasi muda yang sering terjebak dalam kepentingan pragmatis.
“Jangan biarkan diri kita diperbudak politik sesat. Jangan rela suara Maluku hanya jadi komoditas lima tahunan! Kita harus berpikir kritis, merdeka dari intervensi kepentingan politik kotor, agar aspirasi Maluku bisa benar-benar diwujudkan,” serunya.
KEMERDEKAAN HANYA NYANYIAN?
Sementara itu, Ketua Umum KAMMI Kota Ambon, Isrun Fatsy, mengungkapkan kemerdekaan Indonesia tidak bisa lagi diukur dengan simbol, parade, atau kembang api, melainkan dari denyut kesejahteraan rakyat.
“Selama rakyat masih lapar, selama kebijakan masih menutup telinga pada penderitaan Maluku, kemerdekaan hanya akan menjadi nyanyian seremonial. Pertanyaannya, berapa lama lagi Maluku harus menunggu untuk merasakan arti merdeka?.” tegasnya, disambut tepuk tangan keras peserta.
AJAKAN PERSATUAN: MALUKU HARUS BERSUARA
Disisi lain, Ketua PMII Kota Ambon, Taufik Souwakil, menyerukan agar anak muda Maluku segera meninggalkan ego sektoral.
” Usia 80 tahun kemerdekaan Indonesia bukanlah angka kecil. Tapi apa yang kita dapat? Maluku justru dihantam oleh keterbelakangan. Inilah saatnya semua organisasi kepemudaan bersatu, bukan hanya berdebat. Kita butuh agenda aksi nyata, aksi damai, yang menyuarakan keberpihakan Indonesia terhadap Maluku,” ujarnya lantang.
JERITAN DARI TIMUR
Diskusi tersebut tidak berhenti pada analisis. Ia berubah menjadi semacam deklarasi emosional dari anak-anak muda Maluku, bahwa kemerdekaan belum sepenuhnya hadir di tanah ini. Bahwa janji-janji pembangunan dan kesejahteraan masih sebatas jargon politik.
Di akhir forum, gema suara pemuda Maluku menyatu: “Merdeka bukan hanya milik Jawa, bukan hanya milik pusat, merdeka harus terasa di Maluku! Jika tidak, maka kemerdekaan itu cacat sejarah!”
Pewarta : (Talib)
editor : (Dedy S)