Magelang, Jawa Tengah
InfoAktual.co.id
Isu pungutan liar (pungli) dan gratifikasi di lingkungan sekolah menjadi sorotan masyarakat, baik di lingkungan sekitar maupun media sosial. Fenomena ini ditemukan di berbagai sekolah di kabupaten dan kota di Indonesia. Masyarakat pun mengeluhkan biaya sekolah yang memberatkan serta ‘Abuse of Power’ dari beberapa kepala sekolah, ungkap Tofan Triadi, Ketua LBH Panglima Magelang dan aktivis JPKP (Jaringan Pendamping Kebijakan Pembangunan) Magelang.
“Baik di sekolah dasar maupun menengah, kepala sekolah sering mencari keuntungan dengan berbagai modus, termasuk meminta sumbangan yang disokong oleh komite sekolah. Mereka berdalih bahwa pungutan tersebut merupakan hasil kesepakatan dengan orang tua dalam rapat sekolah,” jelas Tofan saat ditemui oleh awak media dan LSM.
Menurut Tofan, praktik ini mencoreng citra pendidikan yang seharusnya menjadi pilar penerangan bagi generasi penerus bangsa. “Orang tua sering merasa terjebak dalam dilema: jika setuju, mereka merasa terbebani; jika tidak, mereka khawatir hal itu akan berdampak buruk pada anak-anak mereka di masa depan,” tambahnya.
Baru-baru ini, hasil investigasi oleh JPKP dan KPK Independen menemukan bahwa praktek pungli ini telah berlangsung lama di beberapa sekolah dasar dan menengah. “Beberapa orang tua murid mengaku terbebani dengan iuran, infak, hingga pungutan untuk acara pribadi kepala sekolah, seperti perayaan ulang tahun yang dibebankan kepada para orang tua siswa,” kata Tofan.
Dari penelusuran, ditemukan bahwa beberapa sekolah membentuk panitia khusus untuk menggalang dana sebagai souvenir untuk kepala sekolah. “Berdasarkan informasi dari beberapa sumber yang tidak ingin disebutkan namanya, pungutan ini bahkan berlangsung setiap minggu,” ujar Tofan.
Tofan menegaskan, peraturan jelas melarang pungutan kepada siswa, orang tua, atau wali murid yang tidak mampu secara ekonomi. Hal ini diatur dalam Permendikbud No. 44 Tahun 2012 dan Permendikbud No. 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah, yang menyebutkan larangan pungutan dan sumbangan di sekolah.
Salah satu wali murid, melalui pesan singkat, mengaku khawatir akan keselamatan jika melaporkan praktik pungli ini. “Pak, kalau saya melaporkan, apakah saya aman?” ungkap wali murid tersebut kepada Tofan. Menanggapi hal ini, Tofan meyakinkan, “Tidak usah takut, Bu. Anda sudah melakukan hal yang benar.”
Dalam ketentuannya, sekolah negeri yang dibiayai oleh pemerintah tidak diperbolehkan memungut iuran dari orang tua siswa. Sekolah hanya boleh menerima bantuan sukarela, tanpa ada paksaan atau penetapan jumlah tertentu.
Lebih lanjut, Permendikbud No. 60 Tahun 2011 mengatur sanksi bagi sekolah dasar dan menengah yang melakukan pungutan tanpa persetujuan resmi, termasuk kemungkinan pencabutan izin operasional. Pungutan untuk acara perpisahan atau keperluan serupa juga berpotensi melanggar peraturan perundang-undangan.
Pasal 9 Ayat (1) Permendikbud No. 44 Tahun 2012 dan PP No. 17 Tahun 2010 juga melarang pendidik dan tenaga kependidikan untuk memungut biaya kepada peserta didik secara langsung maupun tidak langsung. “Ini adalah pelanggaran administratif yang harus ditindak tegas,” tutup Tofan. (Topan Triadi)
Respon (1)
Komentar ditutup.