Magelang, Jawa Tengah
InfoAktual.co.id
Isu pungutan liar (pungli) dan gratifikasi di lingkungan sekolah menjadi sorotan masyarakat, baik di lingkungan sekitar maupun media sosial. Fenomena ini ditemukan di berbagai sekolah di kabupaten dan kota di Indonesia. Masyarakat pun mengeluhkan biaya sekolah yang memberatkan serta ‘Abuse of Power’ dari beberapa kepala sekolah, ungkap Tofan Triadi, Ketua LBH Panglima Magelang dan aktivis JPKP (Jaringan Pendamping Kebijakan Pembangunan) Magelang.
“Baik di sekolah dasar maupun menengah, kepala sekolah sering mencari keuntungan dengan berbagai modus, termasuk meminta sumbangan yang disokong oleh komite sekolah. Mereka berdalih bahwa pungutan tersebut merupakan hasil kesepakatan dengan orang tua dalam rapat sekolah,” jelas Tofan saat ditemui oleh awak media dan LSM.
Menurut Tofan, praktik ini mencoreng citra pendidikan yang seharusnya menjadi pilar penerangan bagi generasi penerus bangsa. “Orang tua sering merasa terjebak dalam dilema: jika setuju, mereka merasa terbebani; jika tidak, mereka khawatir hal itu akan berdampak buruk pada anak-anak mereka di masa depan,” tambahnya.
Baru-baru ini, hasil investigasi oleh JPKP dan KPK Independen menemukan bahwa praktek pungli ini telah berlangsung lama di beberapa sekolah dasar dan menengah. “Beberapa orang tua murid mengaku terbebani dengan iuran, infak, hingga pungutan untuk acara pribadi kepala sekolah, seperti perayaan ulang tahun yang dibebankan kepada para orang tua siswa,” kata Tofan.
Dari penelusuran, ditemukan bahwa beberapa sekolah membentuk panitia khusus untuk menggalang dana sebagai souvenir untuk kepala sekolah. “Berdasarkan informasi dari beberapa sumber yang tidak ingin disebutkan namanya, pungutan ini bahkan berlangsung setiap minggu,” ujar Tofan.