Musi Rawas Utara, Sumatera Selatan
InfoAktual.co.id
Novi, seorang janda dengan dua anak asal Kabupaten Musi Rawas Utara (Muratara), Sumatera Selatan, harus menerima vonis 14 bulan penjara dari Pengadilan Negeri Lubuklinggau.
Ia didakwa menyiram seorang pria berinisial AD dengan air keras.
AD adalah pria yang terus mengganggunya hingga memicu tindakan nekat dari Novi.
Kisah ini bermula saat Novi, warga Desa Lubuk Mas, Kecamatan Rawas Ulu, mendapat perhatian yang tidak diinginkannya dari AD, pria asal desa yang sama.
Menurut Dian Burlian, pengacara Novi, AD kerap mengganggu Novi selama sekitar enam bulan.
“AD ini sering sekali mengganggu. Sudah berulang kali Novi mencoba menghindar, tapi AD terus mencari perhatian,” ungkap Dian dalam keterangannya pada Kamis (14/11/2024).
Selama berbulan-bulan, AD tidak hanya mengganggu secara verbal, tetapi juga melakukan tindakan yang membuat Novi merasa tidak nyaman dan terganggu.
“AD sampai mematikan lampu rumah Novi dan mencuri pakaian dalamnya untuk menarik perhatian. Tindakan ini sudah di luar batas kewajaran,” jelas Dian.
Merasa terganggu, Novi sempat melapor kepada kepala desa (Kades) setempat. Kepala desa pun memanggil AD dan berusaha menyelesaikan masalah ini. Namun, upaya ini tidak membuahkan hasil.
“Keluarga AD juga sudah diimbau untuk menasihati AD, tapi mereka takut bertindak karena menganggap AD bisa berbuat lebih berbahaya,” tambahnya.
Sayangnya, gangguan dari AD semakin menjadi. Novi, yang merasa terdesak dan frustrasi, akhirnya melakukan tindakan nekat. Ia menyiramkan cairan yang mengandung air keras ke tubuh AD.
“Waktu itu, bukan murni air keras, tapi cukup membuat AD harus dirawat di rumah sakit selama 14 hari akibat luka bakar di punggungnya,” ungkap Dian.
Setelah insiden ini, pihak keluarga Novi berusaha menyelesaikan masalah secara damai.
Kepala desa bahkan turut membantu menanggung biaya perawatan AD karena menyadari kondisi ekonomi Novi yang tidak mampu.
Namun, upaya damai gagal karena pihak ketiga meminta uang damai sebesar Rp60 juta, yang tidak sanggup disediakan oleh Novi.
“Novi ini benar-benar tidak punya uang sebanyak itu untuk damai,” lanjut Dian.

Dian menjelaskan bahwa dirinya baru mendampingi kasus Novi setelah perkara tersebut masuk tahap P21, atau penuntutan.
“Saat kami tahu soal kasus ini, posisi sudah P21. Kami langsung mendampingi Novi saat itu,” ujarnya.
Pengadilan Negeri Lubuklinggau akhirnya memutuskan hukuman penjara selama 14 bulan untuk Novi.
Dian mengaku sempat berdiskusi dengan keluarga Novi terkait kemungkinan mengajukan banding atas putusan tersebut.
Namun, pihak keluarga sepakat untuk menerima putusan pengadilan demi menghindari proses hukum yang lebih panjang.
“Setelah koordinasi, keluarga akhirnya sepakat menerima hukuman 14 bulan ini,” katanya.
Menurut Dian, Novi seharusnya bisa dianggap sebagai korban, mengingat tindakannya dilakukan akibat tekanan yang diterimanya selama berbulan-bulan.
“Sayangnya, strategi pembelaan dari awal kurang tepat, jadi Novi malah dianggap sebagai pelaku,” ungkap Dian.
Di balik jeruji besi, Novi terus memikirkan nasib kedua anaknya yang kini tinggal bersama nenek mereka yang sudah tua.
Kondisi ekonomi keluarga Novi yang sulit membuat anak-anaknya tidak mendapatkan perhatian dan pengasuhan yang layak selama ibunya menjalani masa hukuman.
Anak-anak ini terpaksa tinggal di desa sembari menanti kebebasan sang ibu.
Kasus ini menambah daftar panjang tragedi keluarga yang harus berpisah karena jerat hukum.
Dian berharap, setelah Novi bebas, ia bisa segera berkumpul dengan kedua anaknya dan menjalani hidup yang lebih baik tanpa gangguan dari pihak lain.
Kasus Novi menjadi pengingat akan pentingnya perlindungan hukum bagi perempuan yang menjadi korban gangguan dan kekerasan.
Tindakan nekat yang dilakukan Novi bisa jadi tidak akan terjadi jika ia mendapat dukungan hukum dan sosial yang lebih kuat sejak awal.
Dian berharap agar ada upaya lebih baik dalam melindungi perempuan dari ancaman dan gangguan, sehingga kejadian serupa tidak berulang. (Red/dikutip dari berbagai sumber).



