Lahat
InfoAktual.co.id
Kasus korupsi izin tambang batubara di Kabupaten Lahat terus memanas setelah ditemukan adanya dugaan manipulasi peta koordinat yang melibatkan sejumlah pejabat tinggi. Investigasi terbaru mengungkap bahwa terdapat dua peta koordinat yang berbeda untuk wilayah tambang yang sama, salah satunya diduga merupakan peta Asli tapi Palsu (ASPAL). Temuan ini memperkuat dugaan bahwa kasus ini tidak hanya melibatkan kelalaian administratif, tetapi juga konspirasi untuk menipu dan merugikan negara.
Kasus ini bermula dari penerbitan Surat Keputusan Nomor 502/163/KEP/PERTAMBEN/2010 tentang Penyesuaian dan Penciutan Wilayah Kuasa Pertambangan Eksplorasi menjadi Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi kepada PT. Andalas Bara Sejahtera (ABS). Penetapan tersangka LD dan SA dalam kasus ini telah membuka fakta baru bahwa sejumlah nama penting, termasuk mantan Bupati Lahat berinisial SAR, diduga turut bertanggung jawab atas penerbitan izin tersebut.
Seorang anggota keluarga salah satu tersangka yang ditemui tim investigasi di kediamannya, Jumat (23/8), mengungkapkan bahwa penetapan tersangka ini dapat membuka keterlibatan mantan Bupati Lahat berinisial SAR, yang menandatangani SK tersebut pada tahun 2010.
“Kami hanya berharap keadilan. Siapa pun yang terlibat dalam kasus ini harus bertanggung jawab. Jangan ada tebang pilih,” ujar narasumber yang enggan disebutkan namanya.
Kasus ini mendapat perhatian dari berbagai pihak, termasuk D. Erwin Susanto, Ketua DPD LSM Wadah Generasi Anak Bangsa (WGAB) Provinsi Sumatera Selatan.
“Dugaan adanya peta koordinat Asli tapi Palsu (ASPAL) dalam kasus tambang batubara ini menunjukkan betapa seriusnya pelanggaran yang terjadi. Ini bukan sekadar kesalahan administratif, melainkan indikasi kuat adanya niat jahat untuk menipu dan merugikan negara. Kami dari LSM WGAB Sumsel mendesak aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas kasus ini. Siapapun yang terlibat, baik itu pejabat maupun pihak swasta, harus bertanggung jawab ” tegas D. Erwin Susanto, Ketua DPD LSM WGAB Sumsel.
Peta koordinat yang dikeluarkan oleh Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) saat itu ditemukan tidak sesuai, yang satu asli dan yang lain diduga palsu. Kejanggalan ini terjadi pada IUP Operasi Produksi yang mencakup wilayah seluas 150 hektar di Desa Sirah Pulau, Kecamatan Merapi Timur, dan Desa Merapi, Kecamatan Merapi Barat. Temuan ini menambah kompleksitas kasus korupsi tambang yang diduga telah merugikan negara hingga Rp. 555 miliar.
“Kami berharap penyidik Kejati Sumsel bertindak transparan dalam mengusut kasus ini. Siapapun yang terlibat harus bertanggung jawab, termasuk pihak yang mengeluarkan izin usaha pertambangan PT. Andalas Bara Sejahtera yang jelas-jelas melanggar hukum,” tambah Erwin saat ditemui di Kantor LSM WGAB di Jl. RE Martadinata Komplek PTM Serelo Lahat, Sabtu (25/8/2024).
Penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Selatan masih mendalami kasus ini, termasuk kemungkinan adanya tindak pidana pencucian uang yang dilakukan oleh para tersangka. Umar Yadi, Asisten Bidang Tindak Pidana Khusus Kejati Sumsel, menyatakan bahwa para tersangka diduga melakukan aktivitas tambang di luar izin yang diberikan, bahkan memasuki wilayah yang telah diizinkan untuk PT. Bukit Asam.
“Kami tidak menutup kemungkinan adanya tersangka lain dalam kasus ini. Penyidikan masih terus berjalan dan kami berupaya untuk mengungkap seluruh pihak yang terlibat,” terang Umar Yadi kepada awak media.
Sebelumnya, Kejati Sumsel telah memeriksa 44 saksi dalam kasus dugaan korupsi tambang batubara di Kabupaten Lahat ini. Kasi Penkum Kejati Sumsel, Vanny Yulia Eka Sari, menyampaikan bahwa jika ada perkembangan terbaru terkait kasus ini, pihaknya akan segera memberikan informasi kepada publik.
“Kalau ada rilis terbaru, nanti diinfo ya om,” tulis Vanny dalam pesan WhatsApp pada Senin (12/8). (Red)
Respon (1)
Komentar ditutup.