Transparansi Praperadilan Tom Lembong: DPR Desak Kejaksaan Agung Profesional

tom lembong

DKI Jakarta
InfoAktual.co.id

Anggota Komisi III DPR RI, Soedeson Tandra dari Fraksi Partai Golkar, mendesak Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk bersikap transparan dan profesional dalam menangani praperadilan yang diajukan oleh mantan Menteri Perdagangan, Tom Lembong. Sidang praperadilan ini digelar terkait dugaan pelanggaran dalam kasus impor gula.

Soedeson Tandra mengungkapkan kekhawatirannya terhadap dugaan penyediaan kesaksian tertulis oleh jaksa penuntut umum (JPU) kepada dua saksi ahli. Saksi tersebut adalah Hibnu Nugroho, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman, dan Taufik Rachman, Dosen Fakultas Hukum Universitas Airlangga.

“Kami mendesak agar proses penyidikan berjalan transparan dan akuntabel. Penyidik kejaksaan harus profesional dan tidak sembarangan, terutama dalam hal teknis,” kata Soedeson di Jakarta, Jumat, 22 November 2024.

Ia juga menyoroti dugaan ketidakprofesionalan penyidik jika terbukti dokumen tertulis para saksi ahli memiliki isi yang seragam. “Kalau dokumennya sama, kami sangat menyayangkan. Ini menunjukkan kurangnya profesionalisme,” tambahnya.

Soedeson juga mengingatkan Kejagung dan pihak lainnya untuk tidak mencampuri independensi hakim dalam proses praperadilan. Menurutnya, hal ini penting agar sistem hukum tetap berjalan sesuai prinsip yang benar.

“Kita harus memastikan tidak ada campur tangan terhadap independensi hakim dan proses praperadilan,” ujarnya. Soedeson berharap Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dapat memeriksa kasus ini dengan sungguh-sungguh, mengingat perhatian besar dari publik dan pemerintah terhadap kasus ini.

Senada dengan Soedeson, Anggota Komisi III DPR RI, Benny K. Harman, menekankan pentingnya penerapan hukum yang setara bagi semua pihak. “Asas persamaan di depan hukum harus diterapkan. Hukum berlaku sama untuk semua, tanpa pengecualian,” tegas Benny.

Ia juga meminta Kejagung menepis tudingan adanya motif politik di balik penetapan Tom Lembong sebagai tersangka dengan memberikan penjelasan transparan kepada publik. “Transparansi adalah kunci untuk menjawab keraguan masyarakat atas dugaan muatan politik dalam kasus ini,” paparnya.

Benny meminta Kejagung untuk mempublikasikan konstruksi hukum kasus ini secara rinci jika dugaan pelanggaran hukum telah terbukti. Hal ini diperlukan agar masyarakat memahami konteks dan substansi kasus secara menyeluruh.

“Kejagung harus membuka kasus ini secara terang-benderang. Ini penting agar masyarakat dapat mengawasi jalannya proses hukum,” kata Benny.

Ia juga menyoroti perlunya audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai dasar penetapan kerugian negara. Menurutnya, selama ini aparat penegak hukum sering menggunakan audit dari lembaga lain yang dianggap kurang kredibel. “BPK adalah pihak yang berwenang menghitung kerugian negara, bukan lembaga lain,” tambahnya.

Demi menghindari spekulasi liar yang terus berkembang, Benny meminta agar Kejagung memberikan penjelasan secara terbuka kepada Komisi III DPR. “Kita minta Kejagung menjelaskan kasus ini secara lengkap. Jangan sampai muncul prasangka-prasangka yang tidak perlu,” tegasnya.

Hingga kini, penjelasan rinci dari aparat penegak hukum terkait dasar penetapan tersangka masih ditunggu. Benny berharap Kejagung segera memberikan klarifikasi agar publik mendapat kejelasan yang lebih baik. (Redaksi)